Friday 16 October 2009

Lamaranmu Ku Tolak!!!


Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya.
Melalui ta'aruf yang singkat dan hikmat, mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah.

Sang lelaki, sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan. Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda.

Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya.

Maka, di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk 'merebut' sang perempuan muda, dari sisinya.


"Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?" tanya sang setengah baya.
"Iya, Pak," jawab sang muda.
"Engkau telah mengenalnya dalam-dalam? " tanya sang setengah baya sambil menunjuk si perempuan.
"Ya Pak, sangat mengenalnya, " jawab sang muda, mencoba meyakinkan.
"Lamaranmu kutolak!"
Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!" balas sang setengah baya.
Si pemuda tergagap, "Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu."
"Lamaranmu kutolak!".
Itu serasa 'membeli kucing dalam karung' kan , aku tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya. Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?" balas sang setengah baya, keras.

Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda. Bisiknya, "Ayah, dia dulu aktivis lho."

"Kamu dulu aktivis ya?" tanya sang setengah baya.
"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di Kampus," jawab sang muda, percaya diri.
"Lamaranmu kutolak!". Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan ?"
"Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat."
"Lamaranmu kutolak!". Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"

Sang perempuan membisik lagi, membantu, "Ayah, dia pinter lho."
"Kamu lulusan mana?"
"Saya lulusan Teknik Elektro UGM Pak. UGM itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini tho? Menganggap saya bodoh kan ?"
"Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak."
"Lha lamaranmu ya kutolak!" Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?"


Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah bekerja lho."
"Jadi kamu sudah bekerja?"
"Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."
"Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku."
"Lamaranmu tetap kutolak!". Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?"

Bisikan kembali, "Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya."
"Rencananya maharmu apa?"
"Seperangkat alat shalat Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Kami sudah punya banyak. Maaf."
"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak."
"Lamaranmu kutolak!" Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku."


Bisikan, "Dia jago IT lho Pak"
"Kamu bisa apa itu, internet?"
"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."
"Lamaranmu kutolak!". Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata."
"Tapi saya ngenet cuma ngecek imel saja kok Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu."

Bisikan, "Tapi Ayah..."
"Kamu kesini tadi naik apa?"
"Mobil Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya Riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik."
"Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir"
"Lamaranmu kutolak!". Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?"

Bisikan, "Ayahh.."
"Kamu merasa ganteng ya?"
"Nggak Pak. Biasa saja kok"
"Lamaranmu kutolak!". Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini."
"Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak."
"Lamaranmu kutolak!" Kamu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!"

Sang perempuan kini berkaca-kaca, "Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?"
Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.
"Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al Qur'an dan Hadits?"
Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga. Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya, "Pak, dari tiga puluh juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja. Hadits-pun cuma dari Arba'in yang terpendek pula."
Sang setengah baya tersenyum, "Lamaranmu kuterima anak muda!". Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih."
Mata sang muda ikut berkaca-kaca.
(Ini harus happy ending, bukan?..)

*dikutip dari milis tetangga

lanjut

Tuesday 6 October 2009

Ketika Alam Menghamili Padi (catatan putra Bali)


Minggu ini saya akan pergi ke Bali—ke Ubud, tepatnya. Tempat di mana sawah menjadi bagian inheren dari pariwisata. Penginapan tempat saya biasa menginap juga dikelilingi sawah, yang jaraknya hanya sekian langkah dari teras kamar.

Terakhir kali ke sana, saya sempat menontoni seorang bapak tua membajak sawah dengan bajakan sederhana yang harus ia tarik mengelilingi sawah. Jangankan mesin, pakai bantuan kerbau pun tidak. Sesekali, ia menggemburkan tanah dengan kakinya sendiri.

Sambil sarapan pagi, saya membatin dalam hati: “Kapan pertanian Indonesia bisa maju kalau begini caranya?” Sementara pertanian di Amerika sudah hampir seluruhnya dioperasikan mesin, bapak tua itu masih membajak tanah dengan cara yang barangkali sama dengan para petani seratus tahun lalu. Memandangnya bergerak lamban menyusuri lumpur seolah menyaksikan artefak kuno diarak di Silicon Valley. Sungguh ironis, pikir saya waktu itu.

*klik tautan di bawah ini untuk membaca selengkapnya





Saat check-out, perhatian saya tiba-tiba tertumbuk pada satu kata yang tak pernah saya perhatikan, meski saya melihatnya setiap hari, yakni nama hotel tempat saya menginap: “Biyukukung”. Dan saya tergerak untuk bertanya pada sopir hotel, “Beli, Biyukukung artinya apa?” Dia lantas menjelaskan, Biyukukung adalah nama upacara yang dilakukan saat padi “hamil”. Saya spontan tertawa geli. Baru kali itu saya mendengar kata “hamil” diperuntukkan buat padi.

Namun, entah kenapa, konsep padi hamil itu terus mengusik pikiran saya. Setibanya di rumah, saya melakukan riset kecil-kecilan. Dalam sebuah jurnal tentang sistem Subak, yang waktu zaman sekolah dulu saya kenal sebagai sistem irigasi sawah di Bali, saya terhanyut dan tercengang melihat begitu sakralnya sistem pertanian tradisional Bali. Subak bukan semata-mata mekanisme irigasi, bukan sekadar alat tekno-sosial, melainkan pemahaman dasar para petani Bali bahwa pertanian merupakan satu entitas tersendiri yang terajut dengan ekosistem dan spiritualitas. Petani di daerah tertentu akan menyesuaikan perilaku bertaninya bukan hanya berdasarkan kondisi tanah dan air di tempat itu saja, tapi dengan seluruh elemen alam, termasuk nilai religi masyarakat setempat dan Tuhan.

Sekurangnya ada 27 nama upacara yang saya temukan, dari mulai untuk penyemaian benih, menyiangi, pengangkutan, penyimpanan, sampai pengeringan. Setiap upacara berkorespondensi dengan Dewa tertentu (sebagai manifestasi yg esa) yang disesuaikan dengan tujuan dan keberhasilan fase demi fase. Pada fase Biyukukung, misalnya, para petani berdoa kepada Bhatara Surya untuk restu dan perlindungan. Pada fase pengeringan, atau Nedunang Pari, mereka minta restu pada Bhatari Sri untuk proses akhir dari padi mereka. Sebelum dikenal pestisida dan insektisida, hama diusir hanya dengan mantra dan sesajen. Setiap hama memiliki mantra dan sesajennya sendiri; mantra penanganan hama tikus lain dengan mantra mengusir monyet, dan seterusnya.

Penjelasan tentang Subak membuat saya berpikir ulang tentang kesimpulan saya saat menontoni bapak tua di sawah itu. Selama ini kita begitu mengagungkan pertanian modern karena kecepatan dan keberlimpahannya dalam memenuhi kebutuhan manusia. Namun dalam kecepatan itu, kita memutus hubungan sakral kita dengan alam. Tanah hanya tanah. Bibit ya cuma bibit. Padi ya hanya padi. Semuanya adalah alat yang melayani kebutuhan manusia, yang bisa dikendalikan dengan teknis dan mekanis.

Saat kita berbicara soal intensifikasi pertanian, yang kita bicarakan adalah seberapa besar lahan gambut yang bisa disulap jadi subur, seberapa besar volume panen bisa kita genjot, seberapa banyak padi yang bisa kita timbun. Dan dalam prosesnya, entah berapa juta ton racun yang kita kirim ke tanah, dari mulai pupuk kimia hingga pestisida, demi kemakmuran umat manusia. Saat pertanian menjadi masalah mekanis, kita lupa bersimpuh pada alam yang melimpahkan begitu banyak bagi kita secara cuma-cuma. Kita tidak lagi memaknai makanan di piring kita sebagai wujud karya persetubuhan matahari dan air, yang benihnya kemudian bersemayam dalam rahim tanah, tumbuh dan mengandung, untuk kelak kembali ke tanah, menunggu persetubuhan berikutnya antara matahari dan air. Kita lupa bahwa padi pun “hamil”.

Suku Indian di Benua Amerika sangat sohor karena hubungan mereka yang luar biasa dengan alam. Mereka begitu peka, tak cuma pada binatang, tapi juga tumbuhan. Seorang shaman akan pergi hutan untuk mencari obat. Ia tak tahu persis tanaman mana yang bisa berguna untuk kebutuhannya. Ia hanya menunggu tanaman tertentu “berbicara” padanya. Dan sebelum ia petik tanaman tersebut, ia masih menunggu tanaman itu memberi tanda terlebih dulu, mengungkapkan kesiapannya untuk dicabut. Dan sesudah itu, ia berterima kasih pada roh yang bersemayam dalam tanaman itu atas kerelaannya menolong manusia.

Cerita-cerita semacam itu menjadi dongeng bagi manusia modern. Termasuk 27 upacara menanam padi. Petani semi modern di Bali sudah tidak lagi mengandalkan mantra dan sesajen secara eksklusif untuk mengusir hama, mereka kini sudah mencampurnya dengan obat-obatan kimia. Yang bukan petani lebih-lebih lagi, kita bahkan tak tahu betapa beras merupakan bahan makanan pokok yang paling repot untuk diproduksi. Saat kita pergi ke pasar, melihat berkarung-karung beras siap ditimbang dan dibawa pulang… saat kita masak, melihat nasi putih panas yang masih mengepul dalam dandang… saat kita makan, mencampurkan nasi dengan berbagai macam lauk… semua ini menjadi adegan-adegan biasa yang kita jalani setiap harinya tanpa pernah ingat lagi perjalanan Sang Padi.

Mengingat itu semua, saya kembali berpikir ulang. Apakah intensifikasi pertanian satu-satunya jawaban dari kemelut pangan? Mungkinkah kita bergerak lebih dalam dari itu dan melihat bahwa ada yang hilang dalam relasi manusia dengan alam? Dan jika kita pulihkan harmoni itu, mungkinkah kita melihat hidup dengan cara yang sama sekali berbeda? Kita akan berpikir ulang sebelum membuang nasi, sebelum menyajikan makanan secara berlebihan, sebelum makan demi pemuasan dan bukan lagi kebutuhan. Dan upaya kita bukan lagi berdasarkan takut kurang, atau takut dimarahi pihak tertentu, melainkan karena kita memahami dan menghargai alam selayaknya sebuah entitas, bukan alat.

Tidak semua dari kita tahu dan mau tahu soal mantra dan sesajen. Namun saya percaya, alam punya intelijensi luar biasa yang mampu memahami niat dan isi hati kita tanpa batasan bahasa dan cara. Maukah kita mencoba, mensyukuri berkah yang kita lupakan ini, bukan dengan doa yang diucap sembarang karena refleks, tapi dengan setiap kata yang dihayati? Memandang nasi yang kita makan hari ini bak kumpulan mutiara—putih, dan berharga. Memandang mereka sebagai anak-anak hasil perkawinan alam yang telah dilimpahkan pada piring kita, sehingga menjadi gugus-gugus yang membangun tubuh dan jiwa kita.

Saya akan kembali ke Ubud dan melihat sawah di depan teras kamar saya nanti dengan pandangan yang berbeda. Dengan kata dan cara saya sendiri, saya ingin menyempatkan berdoa sederhana: untuk semua padi yang telah hamil demi saya makan, sejak saya di kandungan hingga saya kelak kembali menjadi abu, saya ucapkan terima kasih. Kalian telah menjadi bagian hidup saya, sebagaimana saya pun bagian dari kalian. Maafkan jika saya sering lupa kebenaran itu. Tapi saya percaya, dengan kata dan cara kalian sendiri, kalian tak pernah lelah mengingatkan saya.

* Foto sawah Ubud diambil dari highwaybali. com

lanjut

Monday 5 October 2009

AIRMATA RASULULLAH SAW...

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam", kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan
bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan.

Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

*ikuti link untuk membaca selengkapnya





"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan
tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan
kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit
dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?", tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
"Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, " kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?", tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah
berfirman kepadaku: "Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik.

Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?"
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata
Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak
tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, ! Ali segera
mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku"
"peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii,ummatii, mmatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mu lia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

lanjut

Wednesday 16 September 2009

Nyah.. Nyonyah liat yang bening-bening disini...



Sudah 10 hari Nyonyah berada di Jepang, meninggalkan Jogja, meninggalkan rumah beserta kandang kambingnya, dan meninggalkan Ijah.. Disini, nyonyah hidup tentram aman dan damai, segalanya serba otomatis, mo nyuci mesin cucinya otomatis, mo ngidupin lampu juga otomatis, nggak perlu cetakcetek, begitu jalan lampu udah menyinari kita kayak artis aja.. Bokerpun juga otomatis, udah ada yang nyebokin, hahaha, istilahnya almarhum mas karyo, "tinggal pencet nil, air ngocor dimana-mana"..

Tapi disini Nyah ngerjain semua pekerjaan Ijah sendiri, makan-makan sendiri, cuci baju sendiri, masak pake hitachi, kek lagunya megi jet aja.. Biasanya kalo di rumah Ijah yang nyiapin semuanya, Nyah tinggal pake doank..

Mulut Nyah berasa gatel-,, berasa pengen nyuap-nyuap nyosor-nyosor, udah 10 hari nggak neriakin Ijaaaahhh, mo teriak juga percumah, Ijah budeg nggak bakalan denger, telinga juga dah gatel, lama nggak denger suara, iya nyaaaaahhh.. Disini nggak ada kandang kambing, disini nggak ada indosiar, Nyah nggak nyimak gimana nasibnya Muslimah, udah tamat keknya..

*klik tautan di bawah ini untuk membaca selengkapnya





Apa kabar rumah ya??? Jangan-jangan udah dijual ma Ijah, atau malah dibakar massa gara-gara bau kambing dimana-mana, mentang-mentang jauh Ijah nggakk mau lagi ngurusin kambing, trus kambingnya berkeliaran di sekitar rumah, trus pada berlarian kesana kemari, trus pas ditengah jalan ditabrak sama mobil, nggak tahunya yang punya mobil cakep banget, udah gitu tajir banget lagi, trus ditolong dibawa ke rumah sakit trus dijadiin istri.. Ni ngomongin kambing pa sinetron sih???

Disini, Nyah bertemu dengan banyak orang dari berbagai macam, mulai dari yang sipit-sipit sampe belo-belo, mulai yang kulit putih sampe kulit item (untungnya nyah berada di antaranya).. Kadang Nyah nggak ngerti mereka ngomong apaan, bahasanya jelimet, wash wush wash wush, kayaknya sih ngomongin Nyah, abis mereka bingung kok ada orang kek ginian berhasil melewati petugas imigrasi bandara, harusnya kan dikarantina..

Tapi disini banyak yang bening-bening, banyak jejaka-jejaka muda yang ganteng-ganteng, mulai dari yang jaga kasir di Mol depan rumah, temen duduk waktu ngebis, temen serumah, sampe temen seTKIan, hehehehe…
Bakalan banyak calon babeh nih, paling enggak buat vitamin A, biar matanya jereng…

Udah dulu ye, Nyah banyak kerjaan disini, makanya rada susah buat nulis, kadang kalo malem, Nyah harus duduk di deket pintu biar dapet gratisan sinyal, disini dingin, kalo Nyah sakit nggak ada yang ngurus.. Cekidot saja…

^v^ Onookie-Chan ^v^

keyword: cerita, cerita dewasa, cerita panas, baladas, stories

lanjut

Tuesday 5 May 2009

Titanic Tenggelam


Inilah reaksi Dunia pada saat Titanic tenggelam :

Presiden Bush - Amerika Serikat:

"Sebuah kapal yang sedang berlayar menuju kepada kebebasan telah diserang oleh teroris. Kita tidak akan duduk diam. Kita akan memberi pelajaran kepada mereka! Bin Laden, anda dapat berlari tapi anda tak akan dapat sembunyi! Kami akan menemukanmu dan menghancurkan jaringan AL Qaedamu!"

PM Tony Blair - Inggris:

"Saya telah berbicara dengan Presiden Bush, dan kami berdua telah sepakat bahwa tenggelamnya kapal Titanic adalah bukti-bukti tak terbantahkan bahwa pengikut pengikut Saddam Hussein ada dibelakang serangan itu. Irak, nyata-nyata telah menjadi ancaman bagi dunia dan kita harus menyelesaikannya. "

PM John Howard - Australia:

"Kami mendapatkan bukti bahwa di dalam kapal tersebut terdapat penumpang bernama Ahmad dan Abu Umar. Ini menunjukkan bahwa JI bertanggungjawab atas tenggelamnya kapal itu. Kami meminta Pemerintah Indonesia bertindak lebih tegas kepada aktivis-aktivis JI, atau kami sendiri yang akan menindak mereka!"

*klik tautan di bawah ini untuk membaca selengkapnya





PM Ehud Olmert - Israel:

"Ini merupakan pekerjaan Hamas! Telah cukup bukti bahwa tenggelamnya Titanic bukanlah kecelakaan, namun merupakan serangan bunuh diri Hamas. Kami akan memblokade Palestina!, menahan mereka!, membuang mereka! membunuh mereka!, membuat mereka kelaparan, menghancurkan rumah-rumah mereka dan kamp-kamp pengungsi mereka!"

PM Vajpayee - India:

"Telah ditemukan paspor Pakistan dalam sisa-sisa Titanic. Jelas bahwa Pakistan harus membayar aksi teror tersebut dan kita telah mengirimkan lebih banyak lagi tentara ke perbatasan."

PM Surayud Chulanont - Thailand:

"Kapal itu sebelumnya milik keluarga Thaksin Shinawatra yang kemudian dijual ke perusahaan Singapore. Kita akan mengambil kembali kapal itu untuk rakyat Thailand."

Presiden Castro - Cuba:

"Titanic adalah lambang kapitalisme. Tenggelamnya Titanic memperlihatkan kepada dunia bahwa kapitalisme mulai hancur dan tenggelam. Cuba akan terus setia kepada cita-cita sosialisme dan akan berjaya bersamanya!"

Anggota DPR - Indonesia:

"Titanic? Apaan sih itu? Oh Ya, Titanic.. kita sedang mengajukan RUU tentang Pemberantasan Titanic. Untuk itu kami akan mengadakan studi banding ke Hawaii. Mohon masyarakat dapat memahami pentingnya RUU ini sehingga pembahasannya memerlukan konsentrasi yang tinggi. Untuk itu kami akan membahasnya di Bali. Agar kami dapat bekerja lebih baik, kami akan membawa serta istri-istri, anak, cucu, mertua, keponakan, mantu dll-dll. Tentu dengan biaya negara. Harap maklum, gaji kami sebagai anggota DPR hanya 30 juta. Kami meminta pemerintah untuk menaikkan tunjangan rapat 400% atau kami akan mengajukan interpelasi masalah Titanic."

Yang sebenarnya terjadi:

Juru Radio Titanic:

"SOS..SOS.. Mohon bantuan... kapal kami menabrak gunung es....."

Pengarang : Dimaz Ankaa Wijaya


keyword: cerita, cerita dewasa, cerita panas, baladas, stories

lanjut